Keberadaan bahan-bahan kimia di lingkungan dapat bermanfaat atau berbahaya bagi manusia tergantung pada banyak faktor, antaralain seberapa besar paparan yang terjadi pada manusia akibat bahan kimia tersebut. Keberadaan bahan kimia dalam kadar yang rendah terkadang tidak berbahaya bagi manusia atau bahkan bermanfaat bagi manusia. Sebaliknya, keberadaan bahan kimia dalam jumlah besar di lingkungan akan sangat membahayakan kesehatan manusia.
Pertumbuhan industri di Kota Makassar yang cukup besar sangat potensial untuk menyebabkan terjadinya pencemaran di lingkungan, terutama di Sungai Tallo. Jumlah industri yang beroperasi di kota Makassar pada tahun 2004, adalah sekitar 4.288 unit yang terdiri 4.099 unit industri kecil dan 199 unit industri besar (Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar, 2008). Dari jumlah tersebut, 21 industri diantaranya menjadikan Sungai Tallo sebagai badan air penerima limbah buangan hasil industri (Bapedalda Propinsi Sulsel, 2004). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Sungai Tallo sudah tercemar oleh berbagai polutan. Penelitian Aziz (2004) menemukan kandungan logam berat Cd dalam sedimen Sungai Tallo rata-rata sebesar 8,92 mg/kg.
Bapedalda Sulsel (2004), dari enam segmen Sungai Tallo yang diukur diperoleh kadar Cd dalam air sebesar 1,99 mg/l pada segmen E Sungai Tallo. Ibrahim (2009) menemukan rata-rata kandungan Cd yang diambil pada 5 stasiun sampel air Sungai Tallo diperoleh kadar Cd sebesar 0,0578 mg/l pada pengambilan sampel awal dan 0,0492 mg/l pada pengambilan sampel kedua.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Akili (2010) menemukan kadar Cd pada kerang Anadara granosa yang tinggi dan melebihi standar yang ditetapkan WHO dengan kisaran antara 0.085 mg/kg sampai 0.774 mg/kg. Hasil penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa Sungai Tallo telah tercemar oleh bahan-bahan kimia seperti Kadmium (Cd) baik di air sungai, sedimen maupun biota. Keadaan ini tentu akan membahayakan kesehatan penduduk yang ada dan hidup di sekitarnya. Terutama apabila penduduk mengkonsumsi biota yang berasal dari lokasi ini.
Efek-efek yang merugikan kesehatan akibat adanya bahan pencemar di lingkungan bersifat terukur, betapapun kecilnya perubahan yang terjadi harus dianggap sebagai ancaman kesehatan. Misalnya, setiap konsentrasi xenobiotik (zat asing) di dalam jaringan tubuh, betapapun rendahnya merupakan bukti bahwa telah terjadi pemajanan yang menyebabkan tubuh mengalami tekanan (Rahman, 2007).
Beberapa penelitian telah melakukan pengkajian analisis risiko kesehatan yang dihadapi oleh penduduk yang terpapar oleh bahan pencemar dari lingkungan. Cheng dan Gobas (2007), menemukan kadar Cd yang tinggi pada tiram di British Columbia (BC). Berdasarkan analisis risiko yang dilakukan disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi tiram penduduk BC sebesar 12 ekor tiram perbulan. Jumlah konsumsi ini akan menyebabkan terjadinya intake Cd rata-rata sekitar 0.84 sampai 1 μg/kg/hari untuk yang bukan perokok dan 0.9 sampai 1.06 μg/kg/hari untuk perokok. Dan hal ini sangat potensial menyebabkan terjadinya dampak kesehatan bagi penduduk karena telah melebihi standar minimal paparan oral yang ditetapkan oleh ATSDR yakni sebesar 0.2 μg/kg/hari.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bui pada intake kadmium melalui makanan menemukan bahwa diperkirakan rata-rata intake (μg/kg berat badan/hari) bervariasi dari 0.5 (Cina) sampai 0.75 (Yunani), 0.22 (Prancis), 0.36 (Jepang), sampai 0.15 (USA). Jadi untuk berat badan rata-rata per orang 60 kg, total intake harian kadmium yang berasal dari makanan, air dan udara di Amerika Utara dan Eropa diperkirakan sebebesar 10 sampai 40 μg per hari yang setara dengan 0.16 to 0.65 μg/kg berat badan perhari dengan menggunakan berat badan rata-rata 60 kg. Beras memberikan kontribusi dari 0.002 sampai 0.224 μg/kg berat badan atau 0.12 sampai 13. 5 μg/hari pada penduduk Eropa.
Abdulgani dkk melakukan studi untuk mengetahui konsentrasi kadmium dalam kerang hijau yang ditangkap di Surabaya dan Madura dan batas konsumsi yang diperbolehkan. Ditemukan bahwa rata-rata konsetrasi kadmium pada kerang hijau di Surabaya untuk kerang berukuran besar adalah 0.00404 ± 0.080 μg/g sedangkan yang berkuran kecil 0.00929 ± 0.094 μg/g. Di Madura, untuk kerang ukuran besar kandungan kadmium sebesar 0.00458 ± 0.066 μg/g sedangkan yang kecil adalah 0.00400 ± 0.086 μg/g.
Dengan demikian, secara umum kerang hijau yang berukuran kecil mengalami akumulasi kadmium dalam tubuhnya dibandingkan dengan yang berukuran besar. Batas konsumsi kerang hijau di Surabaya untuk ukuran besar adalah ±254 perorang perhari dan ukuran kecil adalah ±2128 perorang perhari. Sedangkan di Madura untuk kerang ukuran besar adalah ± 293 perorang perhari dan kerang ukuran kecil adalah ± 1993 perorang perhari. Penelitian Purnomo (2006), yang melakukan analisis risiko kesehatan penduduk di Pulau Pasaran Kota Karang, Bandar Lampung akibat konsumsi ikan yang mengandung Kadmium (Cd) menemukan bahwa penduduk berisiko mengalami gangguan kesehatan dengan rata-rata besarnya risiko adalah 0.574.
Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan besarnya risiko adalah konsentrasi kadmium dalam ikan, laju asupan, durasi pajanan dan berat badan penduduk. Keberadaan bahan-bahan pencemar di lingkungan dapat memapari manusia melalui tiga jalur paparan (pathway) yaitu Ingesti (gastrointestinal), paru-paru (inhalasi) dan dermal (kulit) (WHO, 2000; Mukono, 2005). Seseorang yang terpapar kadmium atau komponen kadmum, banyak faktor yang akan mempengaruhi efeknya. Faktor-faktor tersebut adalah dosis, durasi paparan, dan melalui apa kontak terjadi (ATSDR, 2008b; Mukono 2005).
Efek kronis dari suatu bahan toksik dapat terjadi bila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologis, dan efek yang dihasilkan dapat bersifat irreversible karena sistem tidak mempunyai waktu yang cukup untuk pulih akibat bahan toksikan. Kadmium adalah logam yang secara jelas mengalami proses akumulasi dalam tubuh hewan seiring dengan pertambahan umurnya, dan ginjal merupakan bagian tubuh ikan yang paling banyak terdapat akumulasi kadmium. Paparan kadmium dalam waktu yang lama pada manusia akan menyebabkan terjadinya akumulasi bahan-bahan kimia dalam tubuh manusia yang dalam periode waktu tertentu akan menyebabkan munculnya efek yang merugikan kesehatan penduduk (Irwin, 1997).
Penduduk yang hidup disekitar Sungai Tallo saat ini sedang menghadapi ancaman berupa terjadinya gangguan kesehatan akibat konsumsi ikan, kepiting, kerang dan udang yang berasal dari Sungai Tallo. Penelitian tentang efek kadmium pada manusia menemukan bahwa kadmium menyebabkan terjadinya disfungsi ginjal pada penduduk yang tinggal di daerah tercemar kadmium di Jepang. (ATSDR, 2010).
Eksresi urine pada beberapa biomarker menunjukan bahwa peningkatan kadmium memiliki hubungan signifikan dengan perubahan fungsi ginjal, yang disertai dengan adanya protein dengan berat molekular rendah, enzim tubular intraselular, asam amino, protein dengan berat molekular tinggi, metalotionin dan elektrolisis. Studi komprehensif yang dilakukan menemukan hubungan secara signifikan antara dosis respons dengan kadmium dalam urine (atau kumulatif intake kadmium) dan prevalensi kadar yang tidak normal pada biomarker dari disfungsi ginjal (ATSDR, 2010). Menurut US EPA (1985), konsumsi aman kadmium adalah sebesar 0.001 mg/kg/hari untuk intake melalui makanan. Artinya bahwa intake kadmium dengan kadar yang tidak melebihi 0.001 mg/kg/hari akan tetap aman dan tidak memberikan efek negatif bagi kesehatan meskipun intake terjadi setiap hari, sepanjang hidup
Sabtu, 22 Juni 2013
Fakta Logam Kadmium (Cd) Di Sungai Tallo Kota Makassar
01.54
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar