Minggu, 08 Desember 2013

Orasi Penyelamatan Lingkungan

Benteng, Pinrang, 2 Desember 2013
*Narasumber
*Program Pengembangan Ekoregion Sulawesi Maluku
Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…..
Tahun 2008 lalu, saya KKN di Pinrang ini, tepatnya di Kelurahan Maccinae, Khususnya di Lingkungan Palia. Dan sejak tahun 2011 saya hampir 2 kali sebulan saya ke Pinrang....
Waktu saya KKN di Pinrang ini empat tahun lalu, beberapa kali saya juga datang ke tempat ini, di Benteng ini.
Sebenarnya, bapak ibu menyadarinya atau tidak….
Saya merasakan ada yang berubah dari lingkungan yang saat ini kita tempati….
Di kota Pinrang secara khusus, saya lihat terjadi perkembangan yang cukup cepat, rumah-rumah semakin padat dan itu isyarat bahwa jumlah penduduknya juga terus bertambah…
Lingkungan kita terus berubah, dan perubahan itu ternyata mempengaruhi kehidupan kita secara langsung atau tidak langsung….kita sadari atau tidak.
Sepanjang perjalanan ke sini, dan hampir begitu setiap kali saya ke Pinrang, saya selalu mengamati kondisi “sungai” yang melintasi kota ini. Situasinya sudah berubah dari empat tahun lalu….
Sekarang, Warna airnya sudah sangat berbeda dengan empat tahu lalu, setiap kali saya datang ke sini saya selalu melihat warna air sungai berwarna kuning kecokelatan…..
Warna tersebut adalah pertanda bahwa, air sungai sudah tidak jernih lagi saat ini. Warna cokelat kekuningan ini adalah pertanda bahwa air sungai yang melintas di sepanjang jalan ini banyak mengandung lumpur.
Lumpur itu dari mana? berasal dari hulu sungai. Karena hulu sungai telah gundul, pohon-pohon sudah banyak yang ditebang. Air hujan atau aliran sungai mengalir dengan membawa serta lumpur dari hulu sungai karena tidak ada lag, tumbuhan atau pohon-pohon yang menahannya.
Dampaknya apa? Perlahan-lahan sungai akan menjadi dangkal. Lalu, inilah yang bisa memicu terjadinya banjir. Karena daya tampung sungai menjadi berkurang, maka ketika hujan, air akan meluap.
Kita tentu menyaksikan berita tentang banjir Jakarta awal tahun kemarin….salah satu penyebab utamanya adalah karena sungai-sungai telah dangkal.
Dangkalnya sungai juga bisa dikarenakan sampah yang dibuang ke sungai. Terutama sampah plastik. Karena sampah plastik ini susah hancurnya, jadi jika terjadi pembuangan yang terus menerus maka akan terjadi penumpukan sampah di sungai, lalu terjadilah pendangkalan sungai. Semakin banyak penduduk itu artinya jumlah sampah yang dihasilkan juga semakin banyak
Kota pinrang akan mulai mengalami sebagaimana masalah yang dihadapi oleh kota-kota besar pada umumnya. Saya kira, beberapa waktu yang akan datang, Pinrang ini juga mengalami situasi yang tidak jauh beda dengan apa yang di alami oleh Makassar sekarang dan nampaknya begitu.
Apakah sekarang sudah seperti itu? Percayalah, beberapa tahun mendatang inilah yang akan terjadi. Jika tidak ada kesadaran untuk segera melakukan upaya atau tindakan dalam rangka mencegah terjadinya hal-hal tersebut.
Coba bapak ibu bandingkan situasi cuaca saat ini dengan tahun-tahun lalu atau 5-10 tahun yang lalu. Sekarang ini, hampir sepanjang hari dan bahkan malam hari udara menjadi begitu panas. Saat ini mungkin di rumah-rumah kita, kita tidak lagi menemukan minyak yang membeku di pagi hari.
Kira-kira bapak ibu tahu kenapa hal seperti itu terjadi?
Itu karena suhu bumi kita terus meningkat…….
Kenapa suhu bumi terus meningkat…..?
Itu karena situasi bumi kita saat ini, adalah seperti rumah kaca. Ini adalah istilah yang digunakan untuk situasi dimana, ketika sinar matahari, yang mengandung panas, masuk ke dalam atmosfer bumi, tapi sinar tersebut tidak bisa dipantulkan secara baik ke atmosfer karena terhalang oleh gas-gas tertentu, yang kita sebut dengan gas rumah kaca. Sehingga situasi bumi kita menjadi panas baik siang maupun malam hari.
Gas-gas itu sebenarnya ada di udara….tapi karena beberapa sebab jumlah menjadi sangat banyak sehingga menyebabkan terjadi peningkatan panas bumi. Misalnya:
1.    Pembakaran hutan, ini menghasilkan gas-gas itu tadi
2.    Pembakaran sampah, sekam padi misalnya, saya lihat pinrang in baru saja selesai panen padi dan sekarang masuk lagi persiapan untuk musim tanam lagi
3.    Jenis sampah yang mudah busuk, misalnya sekam padi dan lalu disinari panas terus menerus
Beberapa tahun mendatang, suhu bumi yang panas ini diprediksi akan terus bertambah panas….bahkan Bandara Soekarno Hatta menurut prediksi para ahli, tahun 2050 sudah akan digenangi air laut….dan saya kira-kira beberapa pulau Pangkep akan terendam air laut….
Karena suhu bumi yang terus meningkat dan menyebabkan es di kutub cair sehingga permukaan air laut meningkat….
Hutan-hutan yang semakin habis karena ditebang pohonnya terus menambah panasnya bumi yang kita huni ini.
Bapak ibu pasti pahami, kalau kita tinggal dibawah pohon pada siang hari, kita merasakan nyaman dan sejuk.
Jadi bisa bayangkan, jika pohon-pohon itu semakin berkurang, aktivitas pembakaran sampah dan hutan yang terus menerus, dst.
Sebenarnya banyak upaya sederhana yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadi hal-hal tersebut di atas.
Misalnya pemanfaatan sekam padi menjadi briket.
Atau pengolahan sampah menjadi barang-barang kerajinan yang memiliki nilai ekonomi.
Atau pengolahan limbah organik (dapur) menjadi kompos.
Saya kira sekarang ini, Kota pinrang bersama Luwu utara menjadi bagian dari kabupaten percontohan untuk masalah lingkungan ini.
Itu artinya dukungan pemerintah pasti sangat besar.

Rabu, 02 Oktober 2013

Perspektif Analisis Risiko Lingkungan & Kesehatan

 





Perspektif Analisis Risiko Lingkungan & Kesehatan
Penulis : Anwar Daud & Arif Atul Mahmudah Dullah
Tebal : 434 halaman
Penerbit : Smart Writing, Yogyakarta

Sabtu, 21 September 2013

Paradigma Baru "Risiko Kesehatan & Lingkungan"

Problem Transportasi kota makassar harus segera ada solusi.Jika tidak mau makassar menjadi kota macet di tahun-tahun mendatang. Angka Stress pengguna jalan raya di kota makassar diprediksi sangat tinggi. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena kemacetan.

Kemacetan, adalah satu faktor yg menyebabkan emisi pencemar dari kendaraan bermotor mjd lebih tinggi dari keadaan normal. Misalnya, emisi timbal (Pb) dari bahan bakar kendaraan meningkat berkali lipat saat macet, dibandingkan saat arus lalu lintasnya normal

Timbal (Pb) yang banyak di udara, akan terhirup manusia & pengguna jalan. Dalam tubuh timbal terikat dengan Hb (Hemoglobin). Pb + Hb sangat potensial meningkatkan tekanan darah. Orang-orang menjadi mudah stress selama berkendara di jalan raya.

Bahan kimia di lingkungan, meski masih memenuhi ambang batas yang ditetapkan UU, tidak mutlak aman bagi kesehatan  Efek-efek yang merugikan kesehatan akibat adanya bahan pencemar di lingkungan bersifat terukur. Meski paradigma ini belum begitu populer. Tetapi, adanya zat asing di dalam jaringan tubuh, betapapun rendahnya, adalah bukti bahwa telah terjadi pajanan yang menyebabkan tubuh mengalami tekanan.

Penanganan masalah lingkungan dan kesehatan tidak boleh lagi hanya dengan pendekatan "disease oriented".
"disease oriented", ada kasus penyakit yang terjadi, baru kita memikirkan pengobatan dan peyelesaian masalahnya
.
Penanganan masalah kesehatan kita, juga sudah HARUS memulai mengarah pada pendekatan "agent oriented".  Ada bahan/zat yang memapari manusia, adalah masalah yang harus segera ditangani dan dicarikan solusinya, tanpa perlu menunggu terjadinya sakit terlebih dahulu.

Walau kadarnya rendah dan memenuhi nilai ambang batas menurut UU/PP, banyak faktor yang menyebabkan efek bahan kimia memberikan efek berbeda pada orang yang berbeda. Terutama faktor-faktor yang terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan "kerentanan" individu. Misalnya daya tahan tubuh, status gizi, umur, dan seterusnya.


Itulah sebabnya, menurut saya, nilai ambang batas suatu zat di lingkungan yang ditetapkan berdasarkan UU tidak memutlakkan bahwa zat tersebut aman bagi kesehatan manusia jika masih memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan. Belum lagi, tingkat kerentanan manusia akan semakin tinggi, akibat perubahan gaya hidup yang serba "manja", kurang olahraga dan status gizi yang kurang baik akibat konsumsi makanan "fast food".


Paradigma "agent oriented" sudah saatnya menjadi bagian dari pendekatan ilmiah yang bisa kita gunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan dan kesehatan.

Jumat, 13 September 2013

Prakata : (Buku) Perspektif Analisis Risiko Lingkungan dan Kesehatan *)

*) Sedang Dalam Proses Percetakan
*) Penulis: Dr. Anwar Daud, SKM, M. Kes & Arif Atul Mahmudah Dullah, SKM, M.Kes
*) Email:arifatul.kesmasunhas@gmail.com

Gagasan yang melatarbelakangi penulisan buku ini adalah timbul dari hasil pengamatan penulis terhadap terus berkembangnya ilmu kesehatan lingkungan khususnya kajian tentang analisis risiko kesehatan, sehingga kami memandang perlu untuk memaparkan perspektif analisis risiko ini kepada para praktisi kesehatan khususnya di bidang kesehatan lingkungan.
Keberadaan bahan-bahan kimia di lingkungan dapat bermanfaat atau berbahaya bagi manusia tergantung pada banyak faktor, antara lain seberapa besar paparan yang terjadi pada manusia akibat bahan kimia tersebut. Keberadaan bahan kimia dalam kadar yang rendah terkadang tidak berbahaya bagi manusia atau bahkan bermanfaat bagi manusia. Sebaliknya, keberadaan bahan kimia dalam jumlah besar di lingkungan akan sangat membahayakan kesehatan manusia.
Keberadaan bahan-bahan pencemar di lingkungan dapat memapari manusia melalui tiga jalur paparan (pathway) yaitu Ingesti (gastrointestinal), paru-paru (inhalasi) dan dermal (kulit). Seseorang yang terpapar bahan kimia atau komponen lain yang berisiko pada kesehatan, banyak faktor yang akan mempengaruhi efeknya. Faktor-faktor tersebut adalah dosis, durasi paparan, dan melalui jalur apa kontak terjadi.
Efek-efek yang merugikan kesehatan akibat adanya bahan pencemar di lingkungan bersifat terukur, betapapun kecilnya perubahan yang terjadi harus dianggap sebagai ancaman kesehatan. Misalnya, setiap konsentrasi xenobiotik (zat asing) di dalam jaringan tubuh, betapapun rendahnya merupakan bukti bahwa telah terjadi pemajanan yang menyebabkan tubuh mengalami tekanan.
Efek kronis dari suatu bahan toksik dapat terjadi bila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologis, dan efek yang dihasilkan dapat bersifat irreversible karena sistem tidak mempunyai waktu yang cukup untuk pulih akibat bahan toksikan. Sehingga upaya untuk memperkirakan efek yang mungkin terjadi menjadi satu hal yang penting agar upaya pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin dan buku ini berupaya menghadirkan perspektif analisis risiko lingkungan dan kesehatan ini agar dapat dipahami dengan baik.
Demikianlah semoga buku ini dapat memberikan kemanfaatan yang besar bagi bidang kesehatan dan masyarakat secara keseluruhan.


Makassar, Juli 2013


Penulis

Rabu, 28 Agustus 2013

Analisis Risiko Bahan Pencemar Kimia dalam Air Sumur dan Air Sungai Terhadap Kesehatan Penduduk di Sepanjang Aliran Sungai X Kota Makassar

Oleh : Arif Atul Mahmudah Dullah

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko yang mungkin muncul terhadap kesehatan penduduk di sepanjang Sungai X di Kota Makassar. Sungai X merupakan badan air penerima air limbah buangan industri Pulp dan Kertas yang biasanya dimanfaatkan masyarakat setempat untuk berbagai keperluan, terutama untuk minum, mandi dan mencuci.

Data yang dijadikan bahan analisis dalam penelitian ini diperoleh melalui pengukuran dengan metode AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer) terhadap kadar As, B, Ba, Cd, Cr6+, Cl2, Mn, Nitrat N2O-3, Nitrit N2O2-, dan Zn yang terdapat dalam air sumur, sebanyak 5 titik pengambilan sampel dan air sungai, sebanyak 4 titik.

Berdasarkan hasil analisis risiko diperoleh hasil bahwa dari keseluruhan bahan kontaminan yang terdapat di dalam air sumur dan air sungai X hanya As yang memiliki risiko (non karsinogenik) terhadap kesehatan masyarakat, jika di konsumsi oleh penduduk untuk keperluan minum dengan rata-rata konsumsi sebesar 3L/hari jika berat badannya 51 kg atau kurang selama 350 hari/tahun selama 30 tahun.

Bahan kontaminan lainnya tidak berpotensi menyebabkan risiko (karninongeni dan nonkarsinogenik) bagi masyarakat baik melalui paparan kontaminan melalui kulit dari aktivitas mandi dan mencuci maupun intake dari konsumsi air sumur di sepanjang aliran sungai X.

Kata Kunci: , As, B, Ba, Cd, Cr6+, Cl2, Mn, Nitrit N2O2-, Zn, dan Analisis Risiko Kesehatan

Minggu, 23 Juni 2013

Perhitungan Tingkat Risiko Konsumsi Kadmium (Cd)

Seseorang dengan berat badan 58 kg mengkonsumsi udang dengan kadar kadmium 0.00021 mg/gram  sebanyak 30 gram/hari selama 350 hari/tahun (dianggap penduduk residensial yang mengkonsumsi udang setiap hari). Maka tingkat risiko (RQ) dapat dihitung sebagai berikut

 
Tingkat risiko seseorang dengan berat badan (Wb) 60 kg yang mengkonsumsi udang sebanyak 30 gram/hari selama 350 hari/tahun dengan kadar kadmium 0.00021 mg/gram setelah 30 tahun adalah sebesar 0.104.


Estimasi tingkat risiko (RQ) untuk seseorang dengan variasi berat badan yang mengkonsumsi udang dengan kadar kadmium 0.00021 mg/gram sebanyak 30 gram/hari selama 350 hari/tahun  

Berdasarkan tabel disamping dapat diketahui bahwa tingkat risiko akibat kadmium dalam udang akan semakin bertambah besar seiring dengan bertambahnya durasi pajanan yang dialami seseorang.
Keterangan:
  • Jika nila RQ >= 1 maka ada probabilitas terjadinya penyakit akibat kadmium pada individu yang mengkonsumsi udang
  • Jika RQ < 1, dianggap aman

Sabtu, 22 Juni 2013

Fakta Logam Kadmium (Cd) Di Sungai Tallo Kota Makassar

Keberadaan bahan-bahan kimia di lingkungan dapat bermanfaat atau berbahaya bagi manusia tergantung pada banyak faktor, antaralain seberapa besar paparan yang terjadi pada manusia akibat bahan kimia tersebut. Keberadaan bahan kimia dalam kadar yang rendah terkadang tidak berbahaya bagi manusia atau bahkan bermanfaat bagi manusia. Sebaliknya, keberadaan bahan kimia dalam jumlah besar di lingkungan akan sangat membahayakan kesehatan manusia.

Pertumbuhan industri di Kota Makassar yang cukup besar sangat potensial untuk menyebabkan terjadinya pencemaran di lingkungan, terutama di Sungai Tallo. Jumlah industri yang beroperasi di kota Makassar pada tahun 2004, adalah sekitar 4.288 unit yang terdiri 4.099 unit industri kecil dan 199 unit industri besar (Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar, 2008). Dari jumlah tersebut, 21 industri diantaranya menjadikan Sungai Tallo sebagai badan air penerima limbah buangan hasil industri (Bapedalda Propinsi Sulsel, 2004). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Sungai Tallo sudah tercemar oleh berbagai polutan. Penelitian Aziz (2004) menemukan kandungan logam berat Cd dalam sedimen Sungai Tallo rata-rata sebesar 8,92 mg/kg.

Bapedalda Sulsel (2004), dari enam segmen Sungai Tallo yang diukur diperoleh kadar Cd dalam air sebesar 1,99 mg/l pada segmen E Sungai Tallo. Ibrahim (2009) menemukan rata-rata kandungan Cd yang diambil pada 5 stasiun sampel air Sungai Tallo diperoleh kadar Cd sebesar 0,0578 mg/l pada pengambilan sampel awal dan 0,0492 mg/l pada pengambilan sampel kedua.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Akili (2010) menemukan kadar Cd pada kerang Anadara granosa yang tinggi dan melebihi standar yang ditetapkan WHO dengan kisaran antara 0.085 mg/kg sampai 0.774 mg/kg. Hasil penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa Sungai Tallo telah tercemar oleh bahan-bahan kimia seperti Kadmium (Cd) baik di air sungai, sedimen maupun biota. Keadaan ini tentu akan membahayakan kesehatan penduduk yang ada dan hidup di sekitarnya. Terutama apabila penduduk mengkonsumsi biota yang berasal dari lokasi ini.

Efek-efek yang merugikan kesehatan akibat adanya bahan pencemar di lingkungan bersifat terukur, betapapun kecilnya perubahan yang terjadi harus dianggap sebagai ancaman kesehatan. Misalnya, setiap konsentrasi xenobiotik (zat asing) di dalam jaringan tubuh, betapapun rendahnya merupakan bukti bahwa telah terjadi pemajanan yang menyebabkan tubuh mengalami tekanan (Rahman, 2007).

Beberapa penelitian telah melakukan pengkajian analisis risiko kesehatan yang dihadapi oleh penduduk yang terpapar oleh bahan pencemar dari lingkungan. Cheng dan Gobas (2007), menemukan kadar Cd yang tinggi pada tiram di British Columbia (BC). Berdasarkan analisis risiko yang dilakukan disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi tiram penduduk BC sebesar 12 ekor tiram perbulan. Jumlah konsumsi ini akan menyebabkan terjadinya intake Cd rata-rata sekitar 0.84 sampai 1 μg/kg/hari untuk yang bukan perokok dan 0.9 sampai 1.06 μg/kg/hari untuk perokok. Dan hal ini sangat potensial menyebabkan terjadinya dampak kesehatan bagi penduduk karena telah melebihi standar minimal paparan oral yang ditetapkan oleh ATSDR yakni sebesar 0.2 μg/kg/hari.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Bui pada intake kadmium melalui makanan menemukan bahwa diperkirakan rata-rata intake (μg/kg berat badan/hari) bervariasi dari 0.5 (Cina) sampai 0.75 (Yunani), 0.22 (Prancis), 0.36 (Jepang), sampai 0.15 (USA). Jadi untuk berat badan rata-rata per orang 60 kg, total intake harian kadmium yang berasal dari makanan, air dan udara di Amerika Utara dan Eropa diperkirakan sebebesar 10 sampai 40 μg per hari yang setara dengan 0.16 to 0.65 μg/kg berat badan perhari dengan menggunakan berat badan rata-rata 60 kg. Beras memberikan kontribusi dari 0.002 sampai 0.224 μg/kg berat badan atau 0.12 sampai 13. 5 μg/hari pada penduduk Eropa.

Abdulgani dkk melakukan studi untuk mengetahui konsentrasi kadmium dalam kerang hijau yang ditangkap di Surabaya dan Madura dan batas konsumsi yang diperbolehkan. Ditemukan bahwa rata-rata konsetrasi kadmium pada kerang hijau di Surabaya untuk kerang berukuran besar adalah 0.00404 ± 0.080 μg/g sedangkan yang berkuran kecil 0.00929 ± 0.094 μg/g. Di Madura, untuk kerang ukuran besar kandungan kadmium sebesar 0.00458 ± 0.066 μg/g sedangkan yang kecil adalah 0.00400 ± 0.086 μg/g.

Dengan demikian, secara umum kerang hijau yang berukuran kecil mengalami akumulasi kadmium dalam tubuhnya dibandingkan dengan yang berukuran besar. Batas konsumsi kerang hijau di Surabaya untuk ukuran besar adalah ±254 perorang perhari dan ukuran kecil adalah ±2128 perorang perhari. Sedangkan di Madura untuk kerang ukuran besar adalah ± 293 perorang perhari dan kerang ukuran kecil adalah ± 1993 perorang perhari. Penelitian Purnomo (2006), yang melakukan analisis risiko kesehatan penduduk di Pulau Pasaran Kota Karang, Bandar Lampung akibat konsumsi ikan yang mengandung Kadmium (Cd) menemukan bahwa penduduk berisiko mengalami gangguan kesehatan dengan rata-rata besarnya risiko adalah 0.574.

Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan besarnya risiko adalah konsentrasi kadmium dalam ikan, laju asupan, durasi pajanan dan berat badan penduduk. Keberadaan bahan-bahan pencemar di lingkungan dapat memapari manusia melalui tiga jalur paparan (pathway) yaitu Ingesti (gastrointestinal), paru-paru (inhalasi) dan dermal (kulit) (WHO, 2000; Mukono, 2005). Seseorang yang terpapar kadmium atau komponen kadmum, banyak faktor yang akan mempengaruhi efeknya. Faktor-faktor tersebut adalah dosis, durasi paparan, dan melalui apa kontak terjadi (ATSDR, 2008b; Mukono 2005).

Efek kronis dari suatu bahan toksik dapat terjadi bila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologis, dan efek yang dihasilkan dapat bersifat irreversible karena sistem tidak mempunyai waktu yang cukup untuk pulih akibat bahan toksikan. Kadmium adalah logam yang secara jelas mengalami proses akumulasi dalam tubuh hewan seiring dengan pertambahan umurnya, dan ginjal merupakan bagian tubuh ikan yang paling banyak terdapat akumulasi kadmium. Paparan kadmium dalam waktu yang lama pada manusia akan menyebabkan terjadinya akumulasi bahan-bahan kimia dalam tubuh manusia yang dalam periode waktu tertentu akan menyebabkan munculnya efek yang merugikan kesehatan penduduk (Irwin, 1997).

Penduduk yang hidup disekitar Sungai Tallo saat ini sedang menghadapi ancaman berupa terjadinya gangguan kesehatan akibat konsumsi ikan, kepiting, kerang dan udang yang berasal dari Sungai Tallo. Penelitian tentang efek kadmium pada manusia menemukan bahwa kadmium menyebabkan terjadinya disfungsi ginjal pada penduduk yang tinggal di daerah tercemar kadmium di Jepang. (ATSDR, 2010).

Eksresi urine pada beberapa biomarker menunjukan bahwa peningkatan kadmium memiliki hubungan signifikan dengan perubahan fungsi ginjal, yang disertai dengan adanya protein dengan berat molekular rendah, enzim tubular intraselular, asam amino, protein dengan berat molekular tinggi, metalotionin dan elektrolisis. Studi komprehensif yang dilakukan menemukan hubungan secara signifikan antara dosis respons dengan kadmium dalam urine (atau kumulatif intake kadmium) dan prevalensi kadar yang tidak normal pada biomarker dari disfungsi ginjal (ATSDR, 2010). Menurut US EPA (1985), konsumsi aman kadmium adalah sebesar 0.001 mg/kg/hari untuk intake melalui makanan. Artinya bahwa intake kadmium dengan kadar yang tidak melebihi 0.001 mg/kg/hari akan tetap aman dan tidak memberikan efek negatif bagi kesehatan meskipun intake terjadi setiap hari, sepanjang hidup

Jumat, 21 Juni 2013

Siapa Cagub dan Cawagub Sulsel Yang Paling Peduli Lingkungan??

“Atmosfer” Sulawesi Selatan Genderang perang Pilkada Sulsel telah ditabuh, tepatnya pada hari Jum’at tanggal 14 September 2012, proses pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan periode 2013-2018 telah dilaksanakan. Tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur, Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu`mang (SAYANG) dan Ilham Arif Sirajuddin-Azis Kahar Mudzakar (IA), Rudiyanto Asapa-Nawir Pasinringi (Garuda-Na) akan saling berhadap-hadapan memperebutkan kursi orang nomor 1 dan nomor 2 di Sulawesi Selatan. Di hari pendaftaran bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur ke KPU, ada suasananya yang sebenarnya sudah sering kita rasakan, khususnya warga Kota Makassar, tetapi suasana hari itu mungkin sedikit berbeda. Suasana itu adalah suasana kemacetan. Jika selama ini kemacetan adalah pemandangan yang hari-hari kita rasakan. Kali ini, kemacetan ini disebabkan karena penutupan beberapa ruas jalan protokol dalam rangka memperlancar pendaftaran bakal calon gubernur dan wakil gubernur Sulsel. Terlintas pertanyaan dalam hati saya, dan juga mungkin pada sebagian besar warga yang terjebak dalam kemacetan tersebut. Apakah suasana kemacetan ini juga dirasakan oleh dua pasang Cagub dan Cawagub yang kelak, salah satu dari pasangan tersebut akan menjadi pemimpin kita di Sulawesi Selatan?. Jawabannya, bisa ia dan bisa tidak. Tapi yang pasti di hari pendaftaran tersebut, mereka tidak merasakan kemacetan sebagaimana sebagian masyarakat Kota Makassar. Lingkungan Kita Telah Berubah Ada suasana yang kita rasakan sudah sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun silam. Ini bukan tentang panasnya “atmosfer” politik karena adanya pemilukada. Tetapi ini tentang atmosfer langit kita yang sesungguhnya, khususnya di Sulawesi Selatan, yang terasa begitu panas, akibat suhu lingkungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bagi mereka, yang hidup di ruangan ber-AC, termasuk para cagub dan cawagub tersebut, mungkin tidak begitu merasakan perubahan ini, tetapi bagi masyarakat umum yang hidup dipinggiran-pinggiran kota, yang hidup di ruang-ruang tak ber-AC, akan merasakan panas yang berkepanjangan. Tidak pagi dan tidak malam, Panas dan suasana gerah terus menemani mereka di setiap pergantian waktu. Pada tanggal 12 Mei 2011, Laporan Balai Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar merelease hasil pengukuran suhu udara di Makassar dan beberapa kota di Sulawesi Selatan lainnya berada pada kisaran 23-35 derajat celcius. Kondisi ini membuat udara di siang hari maupun malam hari terasa sangat panas dan gerah. Para pembaca juga, tentu saja merasakannya. Dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa suhu udara di Kota Makassar dan beberapa wilayah lain di Sulawesi Selatan tergolong cukup tinggi (kabar-toraja.com). Sekitar setahun kemudian, pada tanggal 6 September 2012, BMKG wilayah Makassar menyebutkan, suhu udara di Kota Daeng meningkat dibanding bulan yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Suhu udara Makassar mencapai temperatur maksimum 34 derajat Celcius. Diperkirakan puncak musim kemarau untuk wilayah Makassar sampai Pinrang tahun ini terjadi Agustus sampai September dengan suhu yang mencapai 33 hingga 34 derajat. Suhu normal biasanya hanya 28-29 derajat. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlangsung sampai akhir September, dan hujan tidak ada sama sekali (okezone.com). BMKG wilayah Makassar melansir suhu udara rata-rata di pesisir barat Sulsel, mulai dari Kota Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Parepare, Sidrap, dan Pinrang berkisar antara 33 dan 34 derajat celsius selama Agustus-September. BMKG memperkirakan, musim kemarau di Makassar-Pinrang terhitung sejak Mei 2012 dan diprediksi baru berakhir pada November 2012. Sementara, puncak musim kemarau terjadi Agustus-September. Jadi suhu udara di kota Makassar dan Sulawesi Selatan telah mengalami peningkatan, minimal dalam dua tahun terakhir ini. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kondisi kehidupan dan aktivitas masyarakat Sulsel baik dalam segi produktifitas di bidang pertanian, kesehatan dan lain sebagainya. Kerusakan Lingkungan, Perubahan Iklim & Kesehatan Tren peningkatan temperatur udara di bumi, tak terkecuali Sulawesi Selatan, diperkirakan akan terus terjadi di tahun-tahun mendatang. Di antara faktor yang paling berkontribusi terhadap peningkatan suhu bumi adalah terus bertambahnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ke atmosfer tanpa mampu dikendalikan secara maksimal. Protokol Kyoto menyebutkan ada enam jenis gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6). Emisi CH4 berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, banyak dihasilkan dari sampah yang tidak tertangani secara baik, khususnya sampah–sampah yang ditampung di TPA dengan metode open dumping, dihamparkan begitu saja dilahan TPA secara terbuka. Data yang kami peroleh, menemukan bahwa dari 15 kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Selayar, Bulukumba, Pare-Pare, Luwu Utara, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Makassar menggunakan sistem open dumping. Hanya empat kabupaten/kota saja yang menggunakan sistem Managed anaerobic yaitu Makassar, Selayar, Pangkep dan Wajo. Hal ini pun, dalam pengetahuan penulis masih dianggap belum memenuhi syarat, karena pengelolaan yang belum baik. Sedang untuk CO2, gas ini secara normal selalu ada di udara dan mengalami proses melalui siklus karbon, sehingga kadarnya bisa terus dalam keadaan yang normal dan tidak membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnnya. Akan tetapi, aktivitas manusia dapat menggangu siklus alami CO2, misalnya akibat penggundulan hutan, pembakaran hutan untuk pembukaan lahan pertanian. Sehingga tidak terurai lagi secara alami dan menempati atmosfer langit kita. Belum lagi kondisi kemacetan kendaraan yang merupakan pemandangan hari-hari yang kita rasakan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan jumlah gas rumah kaca di udara, khususnya CO dan CO2. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah CO dan CO2 yang dilepaskan oleh sebuah kendaraan akan meningkat beberapa kali lipat akibat kemacetan. Belum lagi di tahun–tahun mendatang jumlah kendaraan di kota Makassar dan Sulsel secara umum diprediksi akan terus mengalami peningkatan. Sedangkan hutan yang merupakan sumber utama penghasil oksigen bagi kehidupan telah mengalami kerusakan yang cukup memprihatinkan. Pada tahun 2005 luas lahan kritis dalam kawasan hutan mencapai 369.955,54 ha (dari 1.928.587 ha total luas hutan lindung), dan diluar kawasan hutan mencapai 312.827,75 ha. Selain itu luas areal hutan bakau juga terus mengalami penurunan, pada tahun 2006 yang tersisa hanya sekitar 9.795 ha dengan kondisi 40,71% rusak berat, 10,22 rusak sedang, dan hanya 15,27% dalam kondisi baik. Peningkatan kadar GRK di atmosfer akan menyebabkan bumi menjadi seperti sebuah ruangan berkaca, yang tembus cahaya matahari, tetapi panas yang masuk bersama cahaya matahari tidak bisa dipantulkan kembali keluar akibat terhalangi oleh keberadaan gas-gas tersebut di atmosfer langit kita. Studi tentang perubahan iklim telah banyak dilakukan dan hasilnya memang cukup mengkhawatirkan. Studi yang dipublikasikan oleh jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (2010), mengungkapkan bila skenario terus berlanjut maka diperkirakan kejadian sekitar 50 juta tahun lalu akan terulang. Ketika itu perubahan iklim telah mematikan sejumlah primata. Efek pemanasan global tentu saja tidak hanya membahayakan primata saja, tetapi termasuk kita juga manusia. Beberapa tren perubahan pola penyakit juga terus ditemukan, seiring dengan terus meningkatnya suhu bumi. Juga, peningkatan suhu bumi, menyebabkan para petani tidak mampu lagi “meramal” kapan musim hujan akan mulai dan kapan musim kemarau akan berakhir sehingga berdampak pada produktifitas pertanian. Grafik berikut adalah prediksi jumlah emisi gas rumah kaca di Sulawesi Selatan pertahun sejak tahun 2010 – 2020 mendatang (dalam Gg) untuk daerah Selayar, Bulukumba, Pare-Pare, Luwu Utara, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Makassar Sumber: workshop perhitungan emisi GRK Nasional, Bandung 10-15 September 2012 Berdasarkan grafik di atas, untuk tahun 2010 jumlah emisi CH4 yang dihasilkan sudah 3,20 Gg CH4 atau setara dengan 67,288.2 Gg CO2. Dan jumlah ini akan mengalami peningkatan di tahun 2020 menjadi sebesar 23,67 Gg CH4 atau setara dengan 497,0752 Gg CO2. Dengan kontribusi gas CH4 paling berasal dari timbunan sampah, utamanya dari TPA dari 15 Kabupaten Kota tersebut di atas. Jika data tersebut baru prakiraan jumlah gas CH4 dan CO2 yang dilepaskan dari sektor sampah. Bagaimana dengan gas rumah kaca lainnya seperti CH4, CO2, N2O, CFC dan sebagainya? Data di atas baru prakiraan emisi gas rumah kaca dari sektor limbah padat. Kontribusi industri terhadap peningkatan gas rumah kaca juga diperkirakan sangat besar khususnya untuk wilayah Makassar. Baik dari aktivitas pembakaran maupun dari hasil buangan limbah cairnya. Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar, 2008 menyebutkan bahwa jumlah industri yang beroperasi di kota Makassar pada tahun 2004, adalah sekitar 4.288 unit yang terdiri 4.099 unit industri kecil dan 199 unit industri besar. Jadi bisa dibayangkan, akan seperti apa kondisi atmosfer yang melingkupi langit di Sulsel di tahun-tahun mendatang jika tidak ada kesadaran, khususnya para pengambil kebijakan di Sulsel, untuk memikirikan penanggulangan masalah emisi GRK ini. Wilayah yang kita diami ini di tahun-tahun mendatang, kelak tidak akan terasa nyaman lagi untuk dihuni, karena suhu udara yang terus menerus meningkat. Meskipun disadari bahwa masalah pemanasan global bukanlah masalah lokal di lingkup Sulawesi Selatan saja, sehingga tidak mungkin bisa diselesaikan hanya dalam lingkup Sulsel. Akan tetapi, diperlukan itikad baik dari Cagub dan Cawagub untuk terus berkontribusi terhadap penataan lingkungan hidup. Karena pasti, kondisi lingkungan akan sangat mempengaruhi kehidupan kita secara keseluruhan, tak terkecuali warga masyarakat di Sulawesi Selatan. Selain itu, Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 telah menyebutkan bahwa Gubernur harus menyusun Rencana Aksi Daerah untuk Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) dalam rangka menurunkan emisi GRK di masing-masing wilayah provinsi. Sehingga Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota berperan sangat penting sekaligus berkewajiban dalam upaya penurunan emisi GRK di daerah. Kedepannya, siapapun gubernur yang akan memimpin Sulsel bersama para Bupati/Walikota, memiliki “kewajiban” untuk merealisasikan agenda-agenda penataan lingkungan hidup khususnya terkait dengan GRK ini. Politik & Kesehatan Prof Umar Fachmi Achmadi Ph.D, menyebutkan bahwa memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat adalah sebuah kegiatan politik. Karena ketika berbicara tentang keinginan, sebuah cita-cita untuk menuju masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang lebih sehat, hal itu adalah ekspresi dari sebuah ideologi politik. Dalam kuliah-kuliah yang pernah saya ikuti dijelaskan bahwa, salah satu determinan yang paling menentukan efektifnya program peningkatan derajat kesehatan adalah kebijakan. Penentu kebijakan penataan dan pengelolaan lingkungan dalam lingkup Sulawesi Selatan salah satunya adalah Gubernur. Kebijakan tentang lingkungan yang merupakan keputusan pengambil kebijakan yang dapat atau memang ditujukan untuk mempengaruhi kondisi lingkungan strategis lainnya adalah salah satu faktor yang sangat berperang dalam upaya menciptakan kondisi yang aman dan sehat bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Kebijakan makro di bidang lingkungan, misalnya penataan sistem pengeloaan sampah di TPA, pencegahan dan penindakan aktivitas penebangan hutan, pengujian emisi kendaraan bermotor dan seterusnya akan mampu mengurangi potensi risiko timbulnya penyakit akibat pencemaran udara oleh adanya emisi GRK. Kita semua adalah masyarakat Sulawesi Selatan, yang saat ini sedang dihadapkan pada pilihan-pilihan politik, secara khusus menjelang pemilukada Sulsel di awal tahun 2013 mendatang. Keterlibatan kita didalamnya, tentu saja tidak bisa hanya sekadar ikut ramai, kita juga harus bisa memperjuangkan nasib kita sendiri dan nasib kebanyakan orang-orang di sekitar kita. Dalam pesta demokrasi ini, kita wajib melihat visi misi pasangan cagub dan cawagub tersebut. Melihat janji-janji kampanye mereka. Apakah visi misi tersebut memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup atau tidak. Tapi tidak hanya cukup dengan itu, kita juga perlu melihat seberapa realistis program-program tersebut untuk mereka realisasikan. Sekali lagi jika ada!!! Melalui tulisan ini, saya hanya menyarankan satu hal kepada seluruh warga Sulawesi Selatan, bahwa diantara pertimbangan yang akan kita berikan untuk menentukan siapa yang akan kita pilih dalam pemilukada Gubernur Sulsel awal tahun depan adalah seberapa pedulikah mereka, Pasangan Cagub dan Cawagub tersebut, terhadap kondisi lingkungan hidup khususnya di Sulawesi Selatan. Selamat mengikuti hiruk pikuk dan panasnya atmosfer politik di pilgub sulsel periode 2013-2018, tetapi jangan lupa kita hidup dalam atmosfer yang terus bertambah panas.